Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah berkata:
“PERNIKAHAN ADALAH MASALAH KECINTAAN, TIDAK DAPAT DIPAKSAKAN.” (Kajian Sabtu pagi, Krukut)
Cinta atau Al-Widaad yakni kecenderungan hati pada yang dicintai, termasuk amalan hati, bukan amalan anggota badan/zhahir. Pernikahan tidak akan bahagia dan berfaedah kecuali jika ada cinta dan kasih sayang di antara suami-istri.
Dari Ibnu Abbas (ia berkata):
“Bahwasanya SEORANG GADIS datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian ia menceritakan (halnya) kepada beliau, ‘Sesungguhnya bapaknya telah menikahkannya (dengan seorang laki-laki) sedangkan dia tidak menyukainya.’ Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan kepadanya hak untuk memilih (apakah dia akan melanjutkan pernikahannya atau membatalkannya).” [Hadits shahih. Telah dikeluarkan oleh Abu Dawud (no. 2099) dan Ibnu Majah (no. 1875)]
Dari Khansaa’ Al-Anshariyyah (ia berkata):
“Sesungguhnya bapaknya telah menikahkannya (dengan seorang laki-laki) dan (ketika itu) dia sebagai SEORANG JANDA, maka dia tidak menyukainya. Lalu dia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (mengadukan halnya), maka beliau kemudian membatalkan pernikahannya.” [Hadits shahih. Telah dikeluarkan oleh Bukhari (no. 5238, 6945, 6969), Abu Dawud (no. 2101), Nasaa-i (no. 3268), Ibnu Majah (no. 1873), dan selain mereka].
FIQIH HADITS
Dua hadits yang mulia ini telah memberikan jawaban atas pertanyaan yang SERING DITANYAKAN oleh kaum muslimat:
“Bagaimanakah status hukum yang sebenarnya menurut Islam, apabila ada seorang wanita, apakah dia (seorang) GADIS atau JANDA -sama saja hukumnya dan tidak ada perbedaannya-, yang telah dinikahkan secara paksa oleh bapaknya atau walinya padahal dia tidak menyukai laki-laki pilihan bapaknya itu, sedangkan dia MISALNYA telah menyukai laki-laki lain yang telah menjadi pilihannya dan dia sangat menyukainya?”
Jawabannya adalah:
“Wanita itu segera mendatangi Sulthan atau Penguasa atau wakilnya seperti Hakim atau Qadhi, kalau di negeri kita ini mendatangi KUA (Kantor Urusan Agama). Kemudian Hakim atau Qadhi memberikan HAK MUTLAK kepadanya untuk menentukan dan menetapkan pilihan sebagaimana Nabi yang mulia dan sangat kasih shallallahu ‘alaihi wa sallam TELAH MEMBERIKAN HAK MUTLAK kepada wanita yang mengalami kejadian seperti ini..
Kemudian dia memilih, apakah dia akan melanjutkan pernikahannya atau tidak? Kalau jawabannya tidak, maka Hakim atau Qadhi segera membatalkan pernikahannya sebagaimana Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam TELAH MEMBATALKAN pernikahan Khansaa’. Karena dia telah dinikahkan oleh bapaknya dengan laki-laki yang DIA TIDAK MENYUKAINYA. Padahal dia telah menyukai dan mencintai Abu Lubabah.
Kemudian Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah membatalkan pernikahan Khansaa’, beliau memerintahkan kepada orang tua Khansaa’ agar mempertemukan Khansaa’ (yakni menikahkannya) DENGAN ORANG YANG DIA CINTAI yaitu Abu Lubabah.
Akhirnya menikahlah Khansaa’ dengan Abu Lubabah dan bahagialah mereka. Maka benarlah apa yang dikatakan Nabi yang mulia dengan satu sabdanya yang SANGAT AGUNG:
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Telah bersabda Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada bandingannya bagi dua orang yang bercinta seperti (keadaan keduanya) setelah menikah.”
[Hadits shahih. Telah dikeluarkan oleh Ibnu Majah (no. 1847) dan yang selainnya sebagaimana telah dikeluarkan takhrijnya oleh Amirul Mu’minin fil Hadits pada abad ini, Al-Imam Albani, di kitabnya yang sangat berharga yaitu Silsilah Shahihah (no. 624)]
(Dikutip dari Al-Masaa-il, Jilid 7, karya Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullah, Darus Sunnah Press, Jakarta)
Semoga bermanfaat…
-Sahabatmu-
Abu Muhammad Herman.
ijin share akhy…sukron
Tafadhdhal akh, afwan…